13 Februari 2010

Kejahatan Korupsi Menurut Syariat Islam



Peluang melakukan korupsi ada di setiap tempat, pekerjaan ataupun tugas, terutama yang diistilahkan dengan tempat-tempat “basah”. Untuk itu, setiap muslim harus selalu berhati-hati, manakala mendapatkan tugas-tugas. Harta hasil korupsi (Ghulul) adalah harta yang diperoleh oleh pejabat (pemerintah atau swasta) melalui kecurangan atau tidak syar’i, baik yang diambil harta negara maupun masyarakat. Firman Allah subhanahu wa ta'ala: "Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya." (QS Al Imran ayat 161)

Rasulullah sollallohu 'alaihi wasallam melaknat penyuap, penerima suap dan orang yang menyaksikan penyuapan (HR Imam Ahmad).

Dengan demikian dapat dipahami bahwa jika seseorang untuk mengerjakan sesuatu pekerjaan telah dibayar maka apapun selain itu bukan menjadi haknya dan haram mengambilnya. Begitu juga, jika dia memanfaatkan harta perusahaan atau negara untuk kepentingan pribadinya, dalam hal ini ia telah mengambil sesuatu yang bukan haknya secara bathil dan haram hukumnya. Misal, seorang karyawan menerima souvenir sebuah pulpen, parcel diakhir tahun, amplop yang berisi uang atau uang komisi yang biasanya langsung ditransfer, mengambil harta perusahaan/negara, melakukan mark-up suatu transaksi, dan lain-lain.
"Siapa saja yang kami beri tugas melakukan sesuatu pekerjaan dan kepadanya telah kami berikan rizki (gaji) maka yang diambil olehnya selain itu adalah kecurangan"(HR Abu Dawud).

( Baca Selengkapnya )

Tidak ada komentar: