26 Oktober 2008

Imam Ahmad: Pokok-pokok As Sunnah


Akhir-akhir ini karena gencarnya dakwah yang dilakukan oleh Ahlul bi’dah dan makar yang dilakukan oleh orang-orang yang memusuhi Islam, mengakibatkan umat Islam banyak yang tidak mengetahui pokok-pokok agama mereka. Oleh sebab itu kami merasa terpanggil untuk menjelaskan aqidah Islam (Ahlus Sunnah wal Jama’ah) kepada masyarakat luas agar mereka bisa mempelajari dan mengamalkannya.
Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal berkata :"Pokok-pokok Sunnah (Islam) disisi kami adalah :
- Berpegang teguh dengan apa yang dijalani oleh para shahabat serta bertauladan kepada mereka, meninggalkan perbuatan bid’ah, karena setiap bid’ah adalah sesat, serta meninggalkan perdebatan dalam masalah agama
- Sunnah menafsirkan Al Qur’an dan Sunnah menjadi dalil-dalil (sebagai petunjuk dalam memahami) Al Qur’an, tidak ada qiyas dalam masalah agama, tidak boleh dibuat pemisalan
– pemisalan bagi Sunnah, dan tidak boleh dapat dipahami dengan akal dan hawa nafsu, kewajiban kita hanyalah mengikuti Sunnah serta meninggalkan akal dan hawa nafsu.

Setan: Musuh orang Beriman



Dalam Al Qur'an, setan adalah nama umum untuk seluruh makhluk yang berusaha keras menyesatkan manusia hingga Hari Pembalasan nanti. Iblis adalah setan pertama yang membangkang kepada Allah ketika Dia menciptakan Adam. Allah telah memperingatkan manusia agar tidak tergoda oleh setan, sebagai mana dia telah berhasil memperdayakan kedua orang tua manusia yang pertama, Adam dan Hawa 'alaihimas salam.


Allah SWT berfirman: ”Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya 'auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tak beriman. (QS. Al-A'raf: 27)

Oleh karena itulah dengan rahmat-Nya, Allah memerintahkan manusia untuk menjadikan setan sebagai musuhnya, karena memang hakikatnya setan adalah musuh nyata manusia. Dia berfirman, yang artinya, Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu, maka jadikanlah ia musuh(mu), karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala. (QS. Fathir: 6). Sedangkan tindakan seseorang terhadap musuhnya telah jelas, yaitu berusaha dengan segenap kemampuan agar segala keburukan menimpa musuhnya dan segala kebaikan terlepas darinya.

Imam Ibnul Qayim rahimahullah mengomentari ayat di atas dengan perkataan, Perintah Allah untuk menjadikan setan sebagai musuh ini sebagai peringatan, agar (manusia) mengerahkan segala kemampuan untuk memerangi dan melawan setan. Sehingga setan itu seolah-olah musuh yang tidak pernah berhenti dan tidak pernah lalai

Memang setan merupakan musuh yang tidak pernah berhenti dan tidak pernah lalai. Bahkan selalu menyertai dan menghadang manusia di atas setiap jalan kebaikan. Karena memang pada setiap diri manusia itu ada setan dari kalangan jin yang berusaha menyesatkannya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: „Tidaklah seorangpun di antara kamu kecuali disertakan padanya jin yang selalu menyertainya“. Para sahabat bertanya, "Kepada Anda juga wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Juga kepada saya, tetapi Allah membantuku melawannya, sehingga dia masuk Islam. Maka dia tidak memerintahkanku kecuali dengan kebaikan.

( Baca Selengkapnya )

Membangun Generasi Robbani



Pergantian generasi merupakan sunnatullah yang pasti akan terjadi pada suatu kaum atau bangsa. Apakah pergantian itu lebih baik atau lebih buruk dari generasi sebelumnya tergantung pada kesungguhan dalam mempersiapkan pengkaderan generasi yang akan datang. Jika dipersiapkan dengan baik dan sungguh-sungguh insya Allah akan menghasilkan suatu generasi yang lebih baik. Begitu pula sebaliknya jika asal-asalan akan menghasilkan suatu generasi yang lebih buruk dari generasi pendahulunya.

Jika kita perhatikan kondisi pada akhir-akhir ini, jelas terlihat adanya gejala demoralisasi di masyarakat. Kejahatan dan kekerasan hampir menjadi konsumsi kita setiap hari di surat kabar dan televisi. Perzinahan, aborsi dan kasus kecanduan narkoba menduduki peringkat tertinggi yang terjadi pada generasi muda. Selain itu arus informasi yang masuk hampir tanpa batas, seperti mode/gaya hidup orang barat, telah diadopsi tanpa filter (saringan) dan dijadikan sebagai suatu kebiasaan dan kebanggaan.

Fenomena ini hendaknya dijadikan sebagai bahan renungan bagi kita. Apakah selama ini kita menjaga diri, keluarga dan masyarakat di sekitar kita agar tidak terkena dampak demoralisasi. Ataukah selama ini kita lupa dan melalaikannya. Padahal Allah dengan jelas memberikan perintah kepada kita dalam firmanNya, “Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka”. (At-Tahrim: 6).

Kita harus mewaspadai gejala ini, sebab jika tidak, akan menimbulkan preseden buruk bagi generasi yang akan datang. Kita bisa membayangkan seperti apa jadinya generasi yang akan datang jika generasi sekarang seperti ini. Dan inilah yang Allah gambarkan sebagai generasi yang buruk, suatu generasi yang akan membawa pada kehancuran dan kesesatan. Allah berfirman, “Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang buruk) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan”. (Maryam: 56). Pada ayat ini Allah menjelaskan bahwa ada dua karakter utama dari generasi yang buruk yaitu adla’ush-shalah (menyia-nyiakan shalat) dan ‘wattaba’usy-syahwat (memperturutkan hawa nafsu).

( Baca Selengkapnya )

18 Oktober 2008

Sejarah Perang Badar



Perang Badar yang meletus antar kaum muslimin dan orang-orang musyrik dipicu oleh beberapa sebab, di antaranya adalah:

1. Pengusiran Kaum Muslimin dari Kota Makkah Serta Perampasan Harta Benda Mereka
2. Penindasan Terhadap Umat Islam Hingga Kota Madinah
3. Memberi Pelajaran Kepada Quraisy dan Mengembalikan Harta Benda Milik Umat Islam

Pasukan kaum muslimin di bawah kepemimpinan Rasulullah saw. berjumlah 313 orang. Bersama mereka terdapat 2 ekor kuda, satu milik Zubair bin ‘Awwam ra dan seekor lainnya milik Miqdad bin ‘Amr ra, serta 70 unta yang mereka tunggangi secara bergantian. Rasulullah saw. mempercayakan panji berwarna putih kepada Mush’ab bin ‘Umair ra. Sementara di hadapan beliau sendiri terdapat dua buah bendera. Di sebelah kanan beliau terdapat Zubair bin ‘Awwam ra dan di sebelah kiri terdapat Miqdad bin Al-Aswad ra, serta di belakangnya terdapat Qais bin Abi Sha’sha’ah ra.

Pasukan musyrikin berhasil memobilisasi 950 orang yang kebanyakan mereka berasal dari Quraisy. Bersama mereka terdapat 200 ekor kuda dan unta dalam jumlah yang sangat banyak sekali untuk mereka tunggangi sekaligus membawa perbekalan dan makanan mereka selama di perjalanan. Orang-orang musyrikin tidak memiliki seorang pemimpin umum. Hanya saja di antara mereka terdapat dua orang terpandang, yaitu ‘Utbah bin Rabi’ah dan Abu Jahal beserta sekian orang pemuka Quraisy lainnya.

Tidak diragukan lagi bahwa pertempuran antara pasukan muslimin dan musyrikin akan menjadi sebuah pertempuran yang sangat dahsyat. Karena orang-orang Quraiys dengan kesombongannya ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk membinasakan Rasulullah saw. dan sahabat-sahabatnya sehingga hukum paganisme menjadi satu-satunya aturan hukum yang berlaku.

Namun demikian, Allah swt. menginginkan agar kekuatan kaum muslimin, yang telah dibangun di Kota Madinah dan dilatih sedemikian rupa sehingga berhasil melahirkan pasukan-pasukan yang kokoh, mampu mengepakkan debu di medan perang, setelah selama lima belas tahun berada di bawah tekanan penindasan dan kelaliman serta membela akidah dan dakwah yang mereka bawa. Oleh karenanya, terlihat kemudian bahwa pertemuan antara keduanya benar-benar akan menyisakan kepahitan dan keperihan yang teramat sangat. Namun di balik semua ini, Allah swt. ingin menghancurkan kekuatan pendukung kebatilan dan meninggikan kebenaran dan para pembelanya

( Baca Selengkapnya )


13 Oktober 2008

Me-realisasi-kan kalimat Tauhid





Tauhid merupakan kewajiban pertama yang Allah wajibkan kepada umat manusia, dan sebaliknya larangan pertama yang Allah larang kepada mereka adalah syirik. Hal ini sebagaimana firman Allah :

يَأيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ اْلأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَآءَ بِنَآءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَآءِ مَآءً فَأَخْرَجَ بِه مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلاَ تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Wahai manusia beribadahlah kepada Rabbmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertaqwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap. Dan Dia yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan sebab itu segala buah-buahan sebagai rizki untukmu, karena itu janganlah kamu menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah padahal kamu mengetahui.” (Q.S. Al Baqarah : 21-22)

Allah tidaklah mewajibkan suatu perkara, melainkan pasti padanya terdapat keutamaan-keutamaan yang sangat mulia. Begitu pula dengan “Tauhid” yang merupakan paling wajibnya perkara dari perkara-perkara yang paling wajib, pasti mempunyai berbagai keutamaan.


Orang yang benar-benar merealisasikan tauhid akan masuk jannah (surga) tanpa hisab
Ketika para shahabat bertanya-tanya tentang 70.000 orang dari umat Muhammad yang masuk jannah tanpa hisab dan tanpa adzab, maka Rasulullah saw bersabda :


هُمُ الَّذِينَ لاَ يَسْتَرْقُونَ وَلاَ يَكْتَوُونَ وَلاَ يَتَطَيَّرُونَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ ( رواه الترمذي )

“… mereka adalah orang-orang yang tidak minta diruqyah, tidak minta dikay dan tidak mengundi nasib dengan burung dan sejenisnya dan mereka bertawakkal hanya kepada Allah.” (H.R. At Tirmidzi)

Orang yang tauhidnya benar dijanjikan akan masuk jannah, sebagaimana sabda Rasulullah saw:


مَنْ لَقِيَ اللهَ لاَ يُشْرِكُ بِه شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ ( رواه مسلم )

“Barangsiapa bertemu Allah dalam keadaan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu (apapun), niscaya dia akan masuk jannah.” (H.R. Muslim)Adapun masuknya orang yang tidak berbuat syirik ke dalam jannah maka itu hal yang pasti. Akan tetapi jika dia bukan pelaku dosa besar yang terus dilakukan sampai meninggal dunia maka dia akan langsung masuk jannah. Sedangkan jika dia pelaku dosa besar hingga akhir hayatnya dan belum bertaubat maka yang demikian di bawah kehendak Allah . Jika Allah mengampuni, maka akan masuk jannah secara langsung tanpa diadzab. Dan jika tidak diampuni, maka akan diadzab terlebih dahulu kemudian dikeluarkan dari naar (neraka) dan dimasukkan ke dalam jannah (surga). (Fathul Majid hal. 84).


05 Oktober 2008

Monorel Arafah Mina Beroperasi Musim Haji 1430 H



Arab Saudi selalu menjadi tujuan umat Islam setiap tahunnya. Untuk meningkatkan pelayanan pada umat, Kerajaan Arab Saudi membuat mega proyek salah satunya monorel Arafah-Mina.

Deputi Kementerian Urusan Tatanan Kota Arab Saudi Habib Zainal Abidin, proyek baru itu ditargetkan dapat beroperasi pada musim haji 1430 H atau 2009.

"Proyek pembangunan kereta monorel Arafah-Mina akan dimulai dua minggu ke depan. Dan akan selesai selama 10 bulan," katanya seperti dilansir media setempat, Senin (5/10/2008).

Monorel yang akan dibangun itu direncanakan memiliki ketinggian 8 meter hingga 10 meter. Dengan begitu, kelancaran arus lalu lintas dan pejalan kaki yang 'penuh' di Mina tidak akan terganggu.

"Monorail itu akan mengangkut 500 ribu jamaah haji di Arafah, Mina, dan Muzdalifah dan sekitar 25 ribu bus angkutan yang dilarang masuk kawasan Mina dengan adanya kereta monorel akan berhenti," ujar Zainal Abidin.

Proyek ini, lanjut Zainal Abidin akan dibagi tiga tahap. Jalur Arafah, Muzdalifah, dan Mina melalui road dua menyambung ke Jembatan King Abdul Aziz. Dan tahap kedua, 4 jalur akan melayani Arafah, Muzdalifah dan Mina. Sementara itu tahap ketiga, akan menyambungkan antara Arafah, Mina dengan Masjidil Haram.

Sementara Menteri Haji Kerajaan Arab Saudi, Fuad Al Farisi mengatakan, proyek kereta monorel segera dilaksanakan di Arafah, Mina, dan nantinya akan dibangun jalur kereta api yang menyambungkan antara kota Makkah, Madinah dan Jeddah sebagai tahapan proyek berikutnya.(ken/ken)

03 Oktober 2008

Jamarat Mina Tampung 300 Ribu Jamaah Perjam


Meski suasana hari raya Idul Fitri 1429 H masih terasa, perhatian Kerajaan Arab Saudi mulai memfokuskan persiapan pelayanan dhuyufurrahman musim haji tahun 1429 H yang waktunya tinggal sebulan lagi. Pelontaran Jamarat Mina dikebut penyelesaiannya untuk menampung 300 ribu jamaah haji perjam.

Sekjen Pengembangan Kota Makkah Al Mukarramah, Madinah Al Munawarah dan Masyair Muqaddasah (Arafah Mina ), DR Habib Zainal Abidin mengatakan, proses pembangunan pelontaran jamarat sedang dikebut.

“Daya tampung pelontaran jamarat tahun ini mencapai 300 ribu jamaah haji perjam sebagai tambahan daya tampung 60 ribu dari musim haji sebelumnya, saat ini tengah penyempurnaan pembangunan lantai tiga," ujar Zainal seperti dilansir harian Al Madinah, Jum’at (3/10/2008)

Sesuai perintah Raja Abdullah bin Abdul Aziz kaitannya dengan penyelesaian proyek pelontaran jamarat, diharapkan lokasi Kantor Gubernuran Mekah yang berlokasi di Mina yang menjadi jalur akses menuju lantai empat pelontaran supaya ditertibkan dan dibongkar.

“Kantor Gubernuran Mekah terletak di Rabwah Khadarim di Mina saat ini tengah ditertibkan dan dibongkar untuk menyambung jalur akses menuju lantai empat pelontaran jamarat,” tegas Habib Zainal Abidin.

Penyelesaian pembangunan untuk lantai empat pelontaran jamarat belum dapat diselesaikan sampai musim haji tahun 1429 H ini. “Penyelesaian lantai empat ditangguhkan sampai musim haji tahun berikutnya (1430 H),” pungkasnya.(Detik: anw/anw)

Puasa di bulan Syawwal




Salah satu dari pintu-pintu kebaikan adalah melakukan puasa-puasa sunnah. Sebagaimana yang disabdakan Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam : “Maukah aku tunjukkan padamu pintu-pintu kebaikan?; Puasa adalah perisai, …” (Hadits hasan shohih, riwayat Tirmidzi). Puasa dalam hadits ini merupakan perisai bagi seorang muslim baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia, puasa adalah perisai dari perbuatan-perbuatan maksiat, sedangkan di akhirat nanti adalah perisai dari api neraka. Dalam sebuah hadits Qudsi disebutkan, “Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya.” (HR. Bukhori : 6502).

Puasa seperti setahun penuh

Salah satu puasa yang dianjurkan/disunnahkan setelah berpuasa di bulan Romadhon adalah puasa enam hari di bulan Syawal. Puasa ini mempunyai keutamaan yang sangat istimewa. Dari Abu Ayyub Al Anshori, Rosululloh bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa Romadhon kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia seperti berpuasa setahun penuh.” (HR. Muslim no. 1164). Dari Tsauban, Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa berpuasa enam hari setelah hari raya Iedul Fitri, maka seperti berpuasa setahun penuh. Barangsiapa berbuat satu kebaikan, maka baginya sepuluh lipatnya.” (HR. Ibnu Majah dan dishohihkan oleh Al Albani dalam Irwa’ul Gholil). Imam Nawawirohimahulloh mengatakan dalam Syarh Shohih Muslim 8/138, “Dalam hadits ini terdapat dalil yang jelas bagi madzhab Syafi’i, Ahmad, Dawud beserta ulama yang sependapat dengannya yaitu puasa enam hari di bulan Syawal adalah suatu hal yang dianjurkan.

Dilakukan setelah Iedul Fithri

Puasa Syawal dilakukan setelah Iedul Fthri, tidak boleh dilakukan di hari raya Iedul Fithri. Hal ini berdasarkan larangan Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallamyang diriwayatkan dari Umar bin Khothob, beliau berkata, “Ini adalah dua hari raya yang Rosululloh melarang berpuasa di hari tersebut : hari raya Iedul Fithri setelah kalian berpuasa dan hari lainnya tatkala kalian makan daging korban kalian (Iedul Adha)”. (Muttafaq ‘alaih)

Apakah harus berurutan ?

Imam Nawawi rohimahulloh menjawab dalam Syarh Shohih Muslim 8/328 : “Afdholnya (lebih utama) adalah berpuasa enam hari berturut-turut langsung setelah Iedul Fithri. Namun jika ada orang yang berpuasa Syawal dengan tidak berturut-turut atau berpuasa di akhir-akhir bulan, maka dia masih mendapatkan keuatamaan puasa Syawal berdasarkan konteks hadits ini”.

Inilah pendapat yang benar. Jadi, boleh berpuasa secara berturut-turut atau tidak, baik di awal, di tengah, maupun di akhir bulan Syawal. Sekalipun yang lebih utama adalah bersegera melakukannya berdasarkan dalil-dalil yang berisi tentang anjuran bersegera dalam beramal sholih. Sebagaimana Allah berfirman, “Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan.” (Al Maidah : 48). Dan juga dalam hadits tersebut terdapat lafadz ba’da fithri (setelah hari raya Iedul Fithri), yang menunjukkanselang waktu yang tidak lama.

Mendahulukan puasa qodho’

Apabila seseorang mempunyai tanggungan puasa (qodho’) sedangkan ia ingin berpuasa Syawal juga, manakah yang didahulukan? Pendapat yang benar adalah mendahulukan puasa qodho’. Sebab mendahulukan sesuatu yang wajib daripada sunnah itu lebih melepaskan diri dari beban kewajiban. Ibnu Rojabrohimahulloh berkata dalam Lathiiful Ma’arif, “Barangsiapa yang mempunyai tanggungan puasa Romadhon, hendaklah ia mendahulukan qodho’nya terlebih dahulu karena hal tersebut lebih melepaskan dirinya dari beban kewajiban dan hal itu (qodho’) lebih baik daripada puasa sunnah Syawal”. Pendapat ini juga disetujui oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin dalam Syarh Mumthi’. Pendapat ini sesuai dengan makna eksplisit hadits Abu Ayyub di atas.

Semoga kebahagiaan selalu mengiringi orang-orang yang menghidupkan sunnah Nabi Muhammad Shollallohu ‘alaihi wa sallamWallohu a’lam bish showab.[Abu Isma’il Muhammad Abduh Tuasikal]