07 April 2010

Metode syetan dalam menyesatkan Manusia

.


Ketika syaithan terusir dari rahmat Allah, dan dari surga, dia meminta kepada Robbi-nya untuk memberikan masa tangguh sampai dengan hari kebangkitan. Allah hendak memberikan iblis masa tenggang sampai dengan waktu tertentu. Iblis yang telah memulai peperangan itu dan menempatkan singgasananya di atas air, kemudian mengirimkan sekutu-sekutunya dan meminta kepada mereka jika mereka kembali bahwa ada sebagian yang paling dekat dengannya adalah yang paling bersemangat dalam menyesatkan anak cucu Adam.

Seorang laki-laki bertanya kepada Hasan Al-Bashri rahimahullah: “Apakah Iblis
tidur?” Hasan Al-Bashri menjawab: “Jika Iblis tidur, maka akan ada saat
dimana Bani Adam dapat beristirahat.” Iblis telah bersumpah dengan
dirinya akan melakukan kejahatan, tidak akan pernah lelah dalam menyerang
manusia setiap saat, sehingga tidak ada kemurahan hati dalam peperangan
dengannya dan tidak ada kesuksesan bagimu Abdullah, kecuali jika engkau
adalah seorang hamba Allah.

Kita perlu mengenal tipu daya syaithan yang digunakan Iblis dalam peperangan, agar dapat memberi peringatan darpadanya, maka barang siapa yang jatuh ke dalam perangkap iblis setelah itu, tidak ada yang patut disalahkan kecuali dirinya sendiri.

Ketika Allah mengeluarkan Iblis dari surga-Nya dan dari rahmat-Nya, Iblis telah mengatakan bahwa tipu daya yang akan dilancarkannya dalam peperangan (dengan Bani Adam –pent) adalah:
1. Menyesatkan manusia
2. Membuat indah (dosa atau kejahatan) di muka bumi
3. Mengalihkan manusia dari jalan Allah
4. Memperdayai Bani Adam

( Unduh e-Book ini )

05 April 2010

Tinggalkanlah Semua Kebimbangan

.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Tinggalkan perkara yang meragukanmu menuju kepada perkara yang tidak meragukanmu. Karena kejujuran itu adalah ketenangan di hati sedangkan kedustaan itu adalah keraguan.”

Hadits ini merupakan pokok dalam hal meninggalkan syubhat dan memperingatkan dari berbagai jenis keharaman1. Al-Munawi rahimahullah berkata: “Hadits ini merupakan salah satu kaidah agama dan pokok dari sifat wara` di mana wara` ini merupakan poros keyakinan dan menenangkan dari gelap keraguan dan kecemasan yg mencegah cahaya keyakinan.”

Al-Askari rahimahullah menyatakan: “Seandainya orang-orang pandai merenungkan dan memahami hadits ini niscaya mereka akan yakin bahwasa hadits ini telah mencakup seluruh apa yg dikatakan tentang menjauhi perkara syubhat.”

Berkata Al-Imam At-Tirmidzi rahimahullah: "Al-Hasan bin Ali radliallahu 'anhuma menceritakan kepada Abul Haura’ bahwa ketika masih kecil ia pernah mengambil sebutir kurma dari kurma sedekah lalu memakannya. Melihat hal tersebut kakek beliau yakni Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam segera mengeluarkan kurma itu dari mulut Al-Hasan dan membuangnya. Lalu seseorang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Apa masalah wahai Rasulullah bila anak kecil ini memakan kurma tersebut?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallammenjawab:“Sesungguh kami keluarga Muhammad tidaklah halal memakan harta sedekah.”

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Tinggalkan perkara yg meragukanmu menuju kepada perkara yang tidak meragukanmu. Karena kejujuran itu adalah ketenangan di hati sedangkan kedustaan itu adalah keraguan”.

( Baca Selengkapnya )

Hakikat Taubat dalam Islam

.


Taubat dari dosa yang dilakukan oleh seorang mu'min --dan saat itu ia sedang berusaha menuju kepada Allah subhanahu wa ta'ala -- adalah kewajiban agama. Diperintahkah oleh Al Quran, didorong oleh sunnah, serta disepakati kewajibannnya oleh seluruh ulama.
Hingga Sahl bin Abdullah berkata: Barangsiapa yang berkata bahwa taubat adalah tidak wajib maka ia telah kafir, dan barangsiapa yang menyetujui perkataan seperti itu maka ia juga kafir. Dan ia berkata: "Tidak ada yang lebih wajib bagi makhluk dari melakukan taubat, dan tidak ada hukuman yang lebih berat atas manusia selain ketidak tahuannya akan ilmu taubat, dan tidak menguasai ilmu taubat itu.

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
"Dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim". (QS .Al Hujurat: 11)

Ini adalah dalil akan kewajiban bertaubat. Karena jika ia tidak bertaubat maka ia akan menjadi orang-orang zhalim. Dan orang-orang yang zhalim tidak akan beruntung.
"Sesungguhnya orang-orang yang zalim tidak akan beruntung." (QS. Yusuf: 23)

Juga tidak dicintai Allah subhanahu wa ta'ala :
"Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim."( QS. Ali 'Imran: 57).

Serta mereka tidak mendapatkan petunjuk dari Allah subhanahu wa ta'ala :
"Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (QS. Al Maidah: 51).

( Baca Selengkapnya )