22 Juli 2010

Komunitas Non-Muslim Florida Luncurkan "Hari Membakar Alquran"


Rabu, 21 Juli 2010, 19:34 WIB REPUBLIKA.CO.ID, FLORIDA--
Komunitas non_muslim di Florida, Amerika Serikat memberi "kado" istimewa menyambut Ramadhan, yaitu dengan meluncurkan apa yang mereka sebut sebagai "Hari Membakar Alquran". Perwakilan dari World Dove Outreach Center di Gainesville mengatakan mereka akan membakar Alquran di luar gereja pada tanggal 11 September dan mendorong orang lain untuk mengikuti mereka. Di Florida, langkah kelompok ini adalah untuk kesekian kalinya mereka mencederai perasaan umat Muslim.
Sebelumnya, mereka melakukan aksi kontroversial dengan mengklaim bahwa "Islam adalah agama dari setan" dan untuk melakukan protes baru-baru ini di luar sebuah masjid lokal.Atas ulah ini, Council on American-Islamic Relations (CAIR) telah menyerukan umat Muslim Amerika untuk menanggapi provokasi itu dengan kepala dingin. Mereka akan melakukan aksi tandingan berupa kajian terbuka kandungan Alquran, pembagian makanan berbarengan dengan waktu buka puasa pada saat Ramadhan, dan membagikan terjemah Al Qur'an kepada tetangga, masyarakat,dan aparat penegak hukum serta wartawan. "Muslim Amerika dan orang lain yang mempunyai hati nurani harus mendukung upaya pendidikan yang positif untuk mencegah penyebaran fobia Islam," kata Direktur Komunikasi Nasional CAIR, Ibrahim Hooper.
Dia mengatakan penelitian CAIR menunjukkan bahwa bias anti-Muslim menurun ketika orang memiliki akses pada informasi yang akurat tentang Islam dan dapat terhubung secara pribadi dengan umat Islam. CAIR mendesak mereka yang mendukung saling pengertian untuk menolak acara pembakaran buku dan menyerukan toleransi.

15 Juli 2010

Sultan Abdul Hamid II: Sang Pembela Sejati Palestina


(Republika.co.id, 14/7/2010)
Sejak zaman Kesultanan Turki Utsmani, bangsa Israel sudah berusaha tinggal di tanah Palestina. Kaum zionis itu menggunakan segala macam cara, intrik, maupun kekuatan uang dan politiknya untuk merebut tanah Palestina. Di masa Sultan Abdul Hamid II, niat jahat kaum Yahudi itu begitu terasa. Kala itu, Palestina masih menjadi wilayah kekhalifahan Turki Utsmani. Sebagaimana dikisahkan dalam buku Catatan Harian Sultan Abdul Hamid II karya Muhammad Harb, berbagai langkah dan strategi dilancarkan oleh kaum Yahudi untuk menembus dinding Kesultanan Turki Utsmani, agar mereka dapat memasuki Palestina.

Pertama, pada 1892, sekelompok Yahudi Rusia mengajukan permohonan kepada Sultan Abdul Hamid II, untuk mendapatkan izin tinggal di Palestina. Permohonan itu dijawab Sultan dengan ucapan ”Pemerintan Utsmaniyyah memberitahukan kepada segenap kaum Yahudi yang ingin hijrah ke Turki, bahwa mereka tidak akan diizinkan menetap di Palestina”. Mendengar jawaban seperti itu kaum Yahudi terpukul berat, sehingga duta besar Amerika turut campur tangan.
Kedua, Theodor Hertzl, Bapak Yahudi Dunia sekaligus penggagas berdirinya Negara Yahudi, pada 1896 memberanikan diri menemui Sultan Abdul Hamid II sambil meminta izin mendirikan gedung di al-Quds. Permohonan itu dijawab sultan, ”Sesungguhnya Daulah Utsmani ini adalah milik rakyatnya. Mereka tidak akan menyetujui permintaan itu. Sebab itu simpanlah kekayaan kalian itu dalam kantong kalian sendiri”.

Melihat keteguhan Sultan, mereka kemudian membuat strategi ketiga, yaitu melakukan konferensi Basel di Swiss, pada 29-31 Agustus 1897 dalam rangka merumuskan strategi baru menghancurkan Khilafah Utsmaniyyah. Karena gencarnya aktivitas Zionis Yahudi akhirnya pada 1900 Sultan Abdul Hamid II mengeluarkan keputusan pelarangan atas rombongan peziarah Yahudi di Palestina untuk tinggal di sana lebih dari tiga bulan, dan paspor Yahudi harus diserahkan kepada petugas khilafah terkait. Dan pada 1901 Sultan mengeluarkan keputusan mengharamkan penjualan tanah kepada Yahudi di Palestina.

Pada 1902, Hertzl untuk kesekian kalinya menghadap Sultan Abdul Hamid II. Kedatangan Hertzl kali ini untuk menyogok sang penguasa kekhalifahan Islam tersebut. Di antara sogokan yang disodorkan Hertzl adalah: uang sebesar 150 juta poundsterling khusus untuk Sultan; Membayar semua hutang pemerintah Utsmaniyyah yang mencapai 33 juta poundsterling; Membangun kapal induk untuk pemerintah dengan biaya 120 juta frank; Memberi pinjaman 5 juta poundsterling tanpa bunga; dan Membangun Universitas Utsmaniyyah di Palestina.
Namu, kesemuanya ditolak Sultan. Sultan tetap teguh dengan pendiriannya untuk melindungi tanah Palestina dari kaum Yahudi. Bahkan Sultan tidak mau menemui Hertzl, diwakilkan kepada Tahsin Basya, perdana menterinya, sambil mengirim pesan, ”Nasihati Mr Hertzl agar jangan meneruskan rencananya. Aku tidak akan melepaskan walaupun sejengkal tanah ini (Palestina), karena ia bukan milikku. Tanah itu adalah hak umat Islam. Umat Islam telah berjihad demi kepentingan tanah ini dan mereka telah menyiraminya dengan darah mereka.”
Sultan juga mengatakan, ”Yahudi silakan menyimpan harta mereka. Jika suatu saat kekhilafahan Turki Utsmani runtuh, kemungkinan besar mereka akan bisa mengambil Palestina tanpa membayar harganya. Akan tetapi, sementara aku masih hidup, aku lebih rela menusukkan pedang ke tubuhku daripada melihat Tanah Palestina dikhianati dan dipisahkan dari Khilafah Islamiyah. Perpisahan adalah sesuatu yang tidak akan terjadi. Aku tidak akan memulai pemisahan tubuh kami selagi kami masih hidup.”

Sejak saat itu kaum Yahudi dengan gerakan Zionismenya melancarkan gerakan untuk menumbangkan Sultan. Dengan menggunakan jargon-jargon “liberation”, “freedom”, dan sebagainya, mereka menyebut pemerintahan Abdul Hamid II sebagai “Hamidian Absolutism”, dan sebagainya. ”Sesungguhnya aku tahu, bahwa nasibku semakin terancam. Aku dapat saja hijrah ke Eropa untuk menyelamatkan diri. Tetapi untuk apa? Aku adalah Khalifah yang bertanggungjawab atas umat ini. Tempatku adalah di sini. Di Istanbul!” Tulis Sultan Abdul Hamid II dalam catatan hariannya.

Miliarder Prancis Bersumpah akan Bayar Semua Denda Larangan Cadar

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS--Perayaan Hari Bastille di Prancis mendapat kado istimewa: diberlakukannya larangan penuh atas pemakaian cadar. Pemakainya berhadapan dengan aturan: buka cadar atau bayar denda. Namun, miliarder Muslim negara itu, Rachid Nekkaz, juga memberi "kado" yang tak kalah mengejutkan: ia meminta Muslimah bercadar untuk tak perlu goyah dengan aturan itu. Karena, "Berapa pun denda akibat pemakaian cadar, saya yang akan bayar!"

Pengembang properti 38 tahun ini mengaku sangat marah karena Prancis berlaku diskriminatif terhadap warganya yang memutuskan untuk bercadar. Menurut dia, denda 150 euro yang dikenakan bagi wanita bercadar terlalu mahal untuk mengoyak nilai sebuah harmoni. Hari ini, Majelis Nasional yang beranggotakan Majelis Rendah dengan 335 suara menyetujui larangan tersebut. Jika senator Prancis dalam Majelis Tinggi meratifikasi proposal pada bulan September, maka akan menjadi hukum pada musim semi tahun 2011.

Nekkaz, bersama dengan mayoritas lima juta Muslim Perancis, sangat marah pada apa yang ia lihat sebagai penganiayaan terhadap agamanya. Di Prancis, terdapat sedikitnya 2.000 Muslimah yang mengenakan cadar. Dia telah memulai kampanye untuk melawan hukum dan dia berjanji satu juta euro dari uangnya sendiri untuk membayar denda dari setiap Muslimah yang dihukum. Berbicara di luar Majelis Nasional, Nekkaz berkata, "Satu juta itu angka yang tak sedikit, tapi untuk melindungi kebebasan seseorang itu tidak banyak, dan saya berharap bahwa orang lain di negeri ini yang memegang konstitusi dan ingin melindungi kebebasan dasar kita akan bergabung dalam pertempuran hukum ini."Nekkaz, lahir di Prancis dan orang tuanya berdarah Aljazair.

Demi memperjuangkan keyakinannya, ia mendirikan Hands off My Constitution, LSM yang bergerak untuk memperjuangkan pembatalan aturan itu. Sebagai "modal", ia telah menjual propertinya hingga senilai 1 juta euro. Di depan kamera wartawan, dia menulis cek pribadi untuk jumlah tujuh-angka sebelum menjelaskan akan terus berjuang agar gagasan Presiden Nicolas Sarkozy itu kembali masuk rak.