24 November 2007

Tegak dalam Kebenaran

Ketika pertama kali Rasulullah memperkenalkan ajaran tauhid kepada kaumnya, reaksi yang muncul sangat negatif. Mereka menertawakan ajaran yang dianggap aneh itu, dan mencap pembawanya sebagai orang yang gila atau kerasukan syetan.

Kenyataan itu dihadapi Rasulullah dengan penuh kesabaran, sehingga satu-persatu kaumnya memeluk ajaran Islam. Pada mulanya ditertawakan, lalu dibenci dan dimusuhi. Kaum muslimin mendapat serangan bertubi-tubi, hingga mengharuskan mereka mencari tempat yang lebih aman untuk menjalankan keyakinannya.

Hijrah pertama, kedua, ketiga, dan selanjutnya ke Madinah membawa berkah tersendiri. Dalam waktu yang relatif pendek Islam tersebar ke mana-mana. Pengikutnya semakin banyak. Apalagi setelah Makkah berhasil ditaklukkan, maka Islam menjadi sangat dominan.

Setelah Rasulullah mangkat, penerusnya tidak kalah progresif dalam menyebarkan syi'ar Islam. Satu dua negara ditaklukkan, sampai pada akhirnya Islam tidak saja dianut oleh penduduk jazirah Arab, tapi menyentuh batas-batas Afrika, Asia dan Eropa. Di masa khalifah Umar bin Khaththab, Islam bahkan sudah menyeberang benua.

Pada saat Islam sudah menjadi mayoritas, salah seorang pemuda Arab berdo'a dengan amat khusyu'nya. Umar yang saat itu dekat dengan pemuda tadi tertarik mendengarkannya. Betapa terkejutnya Umar mendengar isi doa pemuda tersebut, "Ya Allah! Jadikanlah aku termasuk golongan orang yang sedikit."

Dalam keheranannya, Umar bertanya, "Wahai anak muda! Mengapa engkau berdo'a untuk dimasukkan dalam golongan orang yang sedikit? Bukankah semua orang menghendaki supaya termasuk golongan yang terbanyak, sebab umumnya golongan terbanyak itu mempunyai kedudukan yang lebih berarti?"

Pemuda tersebut menjawab, "Bukankah tuan pernah membaca firman Allah dalam al-Qur'an, 'Dan sedikit sekali hamba-hamba-Ku yang bersyukur kepada-Ku' (Saba': 13)?"

Saat ini jumlah ummat Islam dunia telah mencapai satu miliar lebih, atau seperlima dari penduduk dunia. Kita berharap agar jumlah ummat Islam terus membengkak, terutama di negara-negara kaum muslimin saat ini masih minoritas.

Permohonan pemuda di atas untuk menjadi golongan sedikit tidak ada kaitannya dengan usaha penyebaran ajaran Islam. Dakwah harus tetap jalan. Penambahan jumlah penganut Islam harus diupayakan terus. Akan tetapi peningkatan kualitas ummat tidak boleh diabaikan. Peningkatan kuantitas harus diimbangi oleh peningkatan kualitas.

Adalah suatu kenyataan bila orang-orang yang berkualitas itu jumlahnya selalu sedikit. Ada semacam piramida, di mana lapisan bawah selalu lebih besar dan lebih banyak, sedangkan yang berada di atas selalu mengerucut. Jumlahnya sedikit.

Gambaran itu terjadi di lapangan politik, ekonomi, juga agama. Sebagian besar penganut agama adalah golongan awam. Hanya sedikit yang benar-benar menjalankannya dengan penuh kesadaran. Dalam konteks inilah pemuda di atas berdo'a, memohon kepada Allah agar dimasukkan ke dalam kelompok yang sedikit.

Dalam kitab Durratun Nasihin, Utsman al-Khaibawi penulisnya mengutip dialog Rasulullah dengan para sahabatnya. Rasulullah bersabda, "Akan datang kepada manusia suatu masa yang di saat itu sunnahku menjadi rusak sebagaimana rusaknya pakaian pada badan dan timbullah bid'ah. Pada waktu itu, barangsiapa yang mengikuti sunnahku akan dianggap aneh dan menjadi sindiran. Dan barangsiapa yang mengikuti bid'ahnya manusia (kebanyakan) dia akan mendapatkan lima puluh kawan atau lebih."

Mereka (para sahabat Nabi) bertanya, "Apakah mereka melihat engkau, wahai Rasulullah?"
Nabi menjawab, "Tidak.""Apakah wahyu juga turun kepada mereka?" Nabi menjawab, "Tidak.""Bagaimana mereka nanti?" tanya sahabat lagi. Jawab Nabi, "Seperti garam dalam air, ati mereka leleh bagai garam yang larut dalam air."
Sahabat menyambung, "Bagaimana mereka hidup di masa itu?"
Nabi menjawab, "Seperti ulat di dalam cuka."
Sahabat bertanya kembali, "Bagaimana mereka menjaga agamanya?"
Nabi menjawab, "Seperti bara di dalam tangan. Jika diletakkan, bara itu mati. Bila digenggam, akan membakar tangan."

Dalam ajaran Islam, kebenaran itu bukan diukur dari banyaknya pendukung. Biarpun seluruh penduduk bumi menyatakan benar atas perkara yang salah menurut ketentuan Allah, maka perkara itu tetap salah.

Kebenaran tak bisa diubah, sekalipun melalui referendum. Aborsi misalnya, selamanya tetap haram sekalipun semua ahli hukum dan aktivis Hak Asasi membolehkannya. Membunuh manusia, baik yang masih berupa janin maupun yang sudah lahir, dalam keadaan sakit ataupun sehat adalah perbuatan keji dan tidak berperikemanusiaan.

Pergaulan bebas, semisal pacaran, sekalipun dilakukan hampir semua pemuda, tetaplah diharamkan. Suatu yang lazim di masyarakat belum tentu benar. Demikian pula tidak semua orang yang mengikuti sesuatu yang sudah lazim berarti normal. Bahkan terkadang orang asing, yang tidak berbuat dan bersikap sebagaimana orang kebanyakan, justru mereka yang benar.

Terdengar aneh jika ada pemuda di zaman sekarang yang tidak berpacaran. Pemuda demikian bisa jadi tersingkir dari pergaulan umum. Ia dicibirkan, dianggap aneh, malah justru bisa dianggap tidak normal.

Kepada pemuda aneh ini, Rasulullah memberi janji perlindungan di saat tidak ada lagi perlindungan selain dari pertiolongan Allah. Mereka adalah pemuda yang di saat diiming-imingi oleh wanita cantik untuk diajak berbuat mesum, kemudian ia menolak dengan ucapan, "Saya takut kepada Allah."

Ketika Nabi Yusuf diajak berbuat mesum oleh Zulaikha, yang pada waktu itu masih berstatus sebagai istri kaisar, ia menolaknya dengan ucapan yang sama. Kala itu bukan berarti Nabi Yusuf tidak tertarik kepada wanita cantik tersebut. Sebagai lelaki normal ia sangat tertarik, akan tetapi imannya lebih kuat dari tarikan syahwatnya. Ia selamat dari godaan nafsunya.

Satu contoh lagi, korupsi. Di saat sekarang banyak pejabat yang tidak malu mendemonstrasikan hasil jarahannya. Disebut hasil jarahan karena pada hakekatnya mereka telah mengambil hak orang lain dengan cara menyalahgunakan kekuasaannya. Pada hakekatnya mereka adalah pencuri, meskipun dalam kenyataannya mereka dihormati.

Bila dalam suatu masyarakat atau lingkungan sudah berjangkit penyakit korupsi dan kolusi, maka semua orang yang berada dalam lingkaannya mau tidak mau, rela atau terpaksa akan mengikuti pola yang sama. Orang-orang yang tidak mau mengikutinya, tentu akan ditolak oleh lingkungannya. Mereka dianggap orang aneh, bahkan dianggap mengganggu saja.

Dalam siatuasi seperti ini, kebanyakan orang mencari selamatnya saja. Artinya mereka tidak mau berbeda dengan lingkungan yang sudah sakit tersebut. Mereka ikut larut dalam aturan main yang dibikinnya sendiri. Orang yang baik-baik pada mulanya bisa berubah menjadi ikut-ikutan korupsi dan kolusi.

Pada saat semua orang mengatakan 'ya', lalau ada seorang atau sekelompok yang berani berkata "tidak", maka nereka akan dicap sebagai golongan aneh. Mereka adalah golongan sedikit yang akan mendapatkan jaminan dari Allah swt. Mereka adalah orang-orang yang tidak merasa takut pada saat semua orang ketakutan. Mereka tidak susah pada saat semua orang kesusahan. Rasulullah bersabda:

"Di antara hamba-hamba Allah, ada orang-orang yang disenangi para nabi dan syuhada. Ditanya, 'Siapakah mereka, ya Rasulullah, mudah-mudahan kami juga mencintai mereka.' Rasululah bersabda, 'Mereka adalah segolongan manusia yang berkasih-sayang karena Allah, bukan karena harta atau keturunan. Wajah-wajah mereka berupa nur di atas menara-menara cahaya. Mereka tidak takut di kala manusia takut, dan tidak susah di saat manusia susah.'" (HR Ibnu Jurair dari Abu Hurairah)

Golongan sedikit ini akan tetap eksis dalam segala situasi. Mereka tidak terpengaruh oleh perubahan sistem politik. Siapapun yang memerintah negara, apapun sistem yang diberlakukannya, mereka tetap dengan prinsipnya, yaitu cinta dan benci karena Allah. Karenanya mereka tetap tegak membela agama Islam. Amar ma'ruf dan nahi munkar tetap dilakukan kepada pemerintah yang baik maupun yang jahat. Allah telah menghilangkan rasa takut menghadapi siapa saja.

Inilah segolongan orang yang disebut dalam hadits Rasulullah, "Mereka tidak dapat disusahkan oleh orang-orang yang menghinakannya, sehingga datang pertolongan Allah, padahal mereka dalam keadaan demikian." (HR. Muslim) Golongan ini memiliki sikap yang istiqamah, konsisiten dan konsekuen. Jika hari ini mengambil sikap kritis kepada kezhaliman, maka selamanya sikap itu dibawa dan diperjuangkan. Sikap itu tidak saja ditujukan kepada suatu rejim tertentu, tapi kepada semua rejim yang berkuasa. Mereka tidak mengambil keuntungan dari perjuangannya. Mereka tulus mengabdikan perjuangannya semata-mata untuk mencari ridha dari Allah swt. Jabatan bukan lagi menjadi incaran, harta benda bukan menjadi tujuan. Mereka cukupkan diri dengan pemberian Tuhan.

Sekali lagi, jumlah mereka ini sangat terbatas. Akan tetapi karena sikapnya yang kritis dan istiqamah dalam menyuarakan kebenaran, maka keberadaannya sangat diperhitungkan. Mereka bukanlah buih yang mudah diombang-ambingkan situasi. Bahkan merekalah yang menciptakan situasi. Mereka adalah subyek, penentu keadaan. Semoga kita termasuk di antaranya.

"Jika ada seribu orang yang menegakkan kebenaran, satu di antaranya adalah aku;
Jika ada seratus orang yang menagkkan kebenaran, satu di antranya adalah aku;
Jika ada sepuluh orang yang menegakkan kebenaran, satu diantaranya adalah aku;
Jika ada satu orang yag menegakkan kebenaran, maka itulah aku."

 

Tidak ada komentar: