ISLAM SATU, UMAT WARNA-WARNI
Oleh Fauzan Al-Anshari
(Ketua Departemen Data dan Informasi Majelis Mujahidin)
Beberapa hari yang lalu saya mendapat SMS dari Bilal, aktivis penegak syariah dari Solo, bahwa SCTV menayangkan iklan layanan masyarakat yang berbunyi: Islam Warna-warni, Tidak Hanya Satu Macam, Yang Penting Bersatu. Saya belum sempat melihatnya langsung di stasiun teve tersebut. Baru pada hari Ahad (4/8) saya melihat tayangan tersebut di RCTI yang didahului dengan adegan sunatan massal plus nyanyian “Perdamaian” di panggung rakyat. Di akhir tulisan tersebut dinyatakan bahwa iklan layanan masyarakat ini persembahan dari Komunitas Islam Utan Kayu (KIUK).
Kalau membaca sepintas lalu materi iklan tersebut akan melahirkan pemahaman yang keliru tentang Islam. Islam akan dianggap sebagai ajaran yang berwarna-warni, tidak hanya satu macam, yang penting bersatu. Pesan utama materi tersebut adalah pluralisme agama, yaitu pemahaman bahwa semua agama itu baik dan benar. Oleh karena itu, umat Islam tidak perlu membanggakan diri sebagai satu-satunya agama yang benar. Karena, di dalam ajaran Islam sendiri ternyata tidak satu, melainkan warna-warni. Kesan pertama dan utama dari iklan tersebut akan segera memperoleh pembenaran, apalagi kalau melihat siapa sponsor iklan tersebut.
Semua aktivis penegak syariah sudah mengetahui, bahwa yang disebut Komunitas Islam Utan Kayu itu adalah sekelompok aktivis penentang syariat Islam yang tergabung dalam Jaringan Islam Liberal (JIL). Kantornya beralamat di Jl. Utan Kayu No. 68 H Jakarta Timur. Tokoh utamanya diperankan oleh seorang aktivis muda NU bernama Ulil Abshar Abdalla, yang oleh banyak media disebut-sebut sebagai intelektual muda. Ada dua ide pokok yang telah dikembangkan dan berusaha diopinikan oleh JIL ke publik, yaitu pluralisme, bahwa semua agama itu benar dan liberalisasi ajaran agama Islam. Untuk mensosialisasikan ide tersebut, JIL telah didukung oleh Goenawan Mohammad dengan mendirikan jaringan radio 68H, selain jaringan media massa, internet, dan teve. Juga dukungan dana yang tak terbatas dari Asia Foundation. Salah satu upaya sosialisasi ide-ide JIL adalah materi iklan yang ditayangkan di kedua stasiun teve itu yang jelas memakan biaya tidak sedikit.
Kedua ide JIL tersebut, pluralisme dan liberalisasi syariat Islam telah banyak dibantah oleh para aktivis Islam, baik cendekiawan muslim tempo doeloe maupun oleh aktivis Islam domestik. Dalam banyak forum, kelompok JIL sering tidak mampu menjawab bantahan-bantahan lawannya. Bahkan di beberapa forum yang di dalamnya JIL ditantang untuk debat terbuka, ada saja alasan JIL untuk tidak bisa hadir. Ada dua buku yang bisa dibaca untuk meng-counter pemikiran-pemikiran nyeleneh KIUK, yaitu Bahaya Islam Liberal karya Hartono Ahmad Jaiz dan Islam Liberal: Konsepsi, Sejarah, Penyimpangan, dan Jawabannya karya Adian Husaini dan Nuim Hidayat.
Di sini saya tidak akan membahas pluralisme dan liberalisasi syariat Islam, melainkan ingin memfokuskan pembahasan soal Islam warna-warni tadi. Benarkah Islam itu warna-warni seperti apa yang dibayangkan dan dipikirkan oleh KIUK? Untuk menjawab pertanyaan itu kita mesti merujuk kepada sumber ajaran Islam, yaitu Al-Qur’an dan Assunnah. Jangan sampai serangan terminologis yang kini dikembangkan oleh kelompok JIL itu berhasil merusak akidah umat Islam yang kebetulan masih banyak awam terhadap ajaran Islam itu sendiri. Karena tidak semua orang Islam memiliki pemahaman yang benar tentang Islam. Abdul Qadir Audah, pakar syariat Islam mengarang sebuah buku menarik berjudul “Islam Di Antara Kebodohan Umatnya dan Kelemahan Ulamanya” (Al-Islam baina Jahlu Abnaihi wa Ajzi Ulamaihi).
Di dalam kitab suci Al-Qur’an disebutkan, “Sesungguhnya agama tauhid (Islam) ini adalah agama kamu semua (manusia); agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku.” (QS.21:92; 23:52-54). Tetapi dalam perkembangan sejarah ada kelompok-kelompok manusia yang memotong-motong urusan agama ini, sehingga pecahlah umat Islam ke dalam banyak golongan. Kemudian masing-masing golongan itu membanggakan apa yang ada pada mereka serta menolak ajakan kembali ke kitab suci dan sunnah Nabi-Nya. Pecahnya umat Islam tersebut bukan disebabkan oleh Al-Qur’an atau Assunnah, melainkan oleh pemahaman mereka terhadap sumber ajaran Islam yang didasarkan menurut hawa nafsu mereka sesuai petunjuk setan. Inilah pokok masalah yang mungkin merisaukan KIUK, mengapa umat Islam terpecah?
Sebenarnya pecahnya umat Islam dalam hal tempat atau organisasi tidaklah mengapa. Namun bila perpecahan itu dalam hal pemahaman tauhid, maka akan berakibat fatal, yaitu besar kemungkinan tersesat dari jalan petunjuk. Salah satu contohnya adalah karena mereka berselisih pandangan tentang kewajiban menerapkan syariat Islam ke seluruh aspek kehidupan. Maklumlah manusia, walaupun agamanya Islam, tetapi kalau akidahnya sedang loyo, maka akan sulit menjauhi kemaksiatan. Para ulama sepakat, bahwa akidah seseorang itu kadang menguat kadang melemah. Maka untuk mempertahankan akidah agar tetap kuat, setiap muslim hendaknya menguasai ilmu (dalil) agar tidak mudah terkecoh oleh retorika setan.
Allah swt menurunkan Al-Qur’an untuk diikuti umat Islam, bukan untuk diperdebatkan. Yang perlu diperdebatkan adalah pendapat atau teori-teori ciptaan manusia. Sedangkan firman Allah swt dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi saw tinggal diimani oleh hati kita, dipikirkan dengan akal sehat kita, dan dijalankan dengan seluruh organ tubuh kita. Jika firman Allah swt dan sabda Nabi saw saja didebat, bagaimana kita akan menerima debatannya yang hanya berdasarkan otak, yang juga ciptaan-Nya? (QS.7:2-4; 59:7). Maka Nabi saw bersabda: “Bacalah Al-Qur’an dan amalkanlah, dan janganlah kamu mencari makan dengannya (menjual ayat)”. (HR. Ahmad). Sabdanya lagi: “Wajib atasmu mengikuti sunnahku dan sunnah khulafaurrasyidin almahdiyyin (Khalifah Empat yang mendapat petunjuk), gigitlah erat-erat dengannya!” (HR. Ahmad).
Jadi, tidak benar kalau dikatakan Islam itu warna-warni. Yang benar adalah umat Islam memang bermacam-macam; ada yang kaffah (utuh menjalankan syariat), ada yang fasiq (sering melanggar), ada yang kufur amali (menolak menjalankan), musyrik (menyekutukan Allah), dan kebanyakan adalah munafiq (lisannya menerima, tapi hatinya menolak). Sebaran orang Islam yang berwarna-warni tersebut ada di seluruh negeri, termasuk di Indonesia yang mayoritas mutlak beragama Islam dan menjadi umat Islam terbesar di dunia. Oleh karena itu, jika umat Islam Indonesia menolak penerapan syariat Islam, maka kita dapat mengetahui, seperti apakah kualitas umat Islam di sini. Apa hukumnya kalau ada umat Islam menolak menjalankan syariat Islam, seperti salat, puasa, zakat, hukum potong tangan bagi pencuri, rajam bagi pezina, bunuh bagi penentang Allah dan Rasul-Nya, dan sebagainya?
Oleh sebab itu, kita perlu meluruskan pandangan yang keliru dari materi iklan yang terlanjur ditayangkan JIL dan kelompoknya, karena dapat menyesatkan akidah umat Islam. Andai JIL gentlemen seharusnya mengajak kita berdialog, baik terbuka maupun tertutup, dengan syarat siapa yang lebih kuat dalilnya harus diikuti. Bukan siapa yang kuat duitnya, dialah yang menang! Dan bagi media massa hendaknya adil dan berimbang dalam menurunkan beritanya, agar tidak menyesal di kemudian hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar